Perkembangan Teologi Sosial By Paul Cakra
Latar Belakang
Jika kita memperhatikan dengan seksama dalam kehidupan bergereja tidak dapat kita pungkiri bahwa ada banyak sekali masalah-masalah sosial yang terus menerus menghampiri kehidupan warga jemaat baik itu dalam bidang kesehatan, ekonomi, strata sosial dan sebagainya. Hal-hal yang seperti inilah yang kemudian mendorong tokoh-tokoh alkitab dan teolog-teolog bahkan Yesus sendiri untuk memberi perhatian yang lebih kepada orang-orang yang mengalami masalah-masalah sosial. Dalam perkembangannya, pelayanan seperti itu kemudian mendapat perhatian yang serius oleh gereja sehingga para teolog-teolog dunia kemudian mememasukkan dalam sebuah cabang teologi yaitu teologi sosial. Teologi sosial adalah ilmu teologi yang memberi fokus perhatian pada masalah-masalah sosial masyarakat dan berusaha untuk membantu dalam penyelesaian masalah tersebut. Teologi dan sosial adalah dua hal yang sangat berkaitan erat karena bagaimana mungkin orang dapat berteologi/membangun refleksi tentang Allah tanpa mengetahui realitas sosial terlebih dulu. Sebab jika tidak demikian, orang tidak mungkin akan membangun sebuah refleksi teologi yang kontekstual dan yang menberi jawaban atas masalah-masalah masyarakat. Olehnya itu melalui paper ini, kami dari kelompok hendak memberi pemaparan mengenai perkembangan teologi sosial sampai kepada upaya untuk berteologi sosial dalam konteks.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses perkembangan teologi sosial?
Bagaimana mengkontekstualkan ajaran sosial gereja di Indonesia?
Tujuan
Tujuan dari penulisan paper ini adalah unntuk mendeskripsikan perkembangan dan upaya kontekstualisasi teologi sosial.
Sejarah Perkembangan Teologi Sosial
Teologi Sosial pada Abad mula-mula
Jika kita berbicara masalah teologi sosial, maka aspek yang juga menurut kami sangat penting untuk diketahui adalah masalah perkembangan teologi sosial. Teologi sosial bukanlah hal yang baru-baru saja diketahui dan berkembang di dunia, khususnya di bidang teologi Kristen meskipun praktek-praktek sosial semakin marak dilakukan saat sekarang ini. Teologi sosial sebenarnya sudah ada sejak abad mula-mula yang dinampakkan oleh jemaat mula-mula dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Jemaat mula-mula sangat menjunjung tinggi yang namanya tindakan sosial, salah-satunya dibuktikan dengan cara jemaat di Yerusalem yang selalu menjual hartanya dan memasukkan ke gereja dan untuk orang-orang lain yang membutuhkan. Sehingga dalam Kisah Para Rasul 2:44 disebutkan bahwa segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama. Satu hal yang sangat memberikan kita pemahaman tentang teologi sosial adalah pada saat jemaat mula-mula menetapkan jabatan Diaken untuk mengurus dan melayani orang miskin, janda-janda, menjaga kebaktian dan semua pelayanan yang berhubungan dengan pelayanan meja. Kisah Para Rasul 2:41-47 sangat jelas memberikan gambaran tentang kuatnya teologi sosial yang dipraktekkan gereja mula-mula, dimana mereka terus hidup bersama dalam persekutuan dan saling mencukupkan kebutuhan masing-masing. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pelayanan sosial menjadi pelayanan yang tidak boleh dilupakan oleh gereja justru harus diperhatikan dan dilaksanakan. Jabatan Diakonia di abad mula-mula sangat memberi perhatian besar bukan hanya pada sisi liturgi, namun juga melakukan perkunjungan orang sakit, menerima orang asing, mengurus makanan dan tempat tinggal, melakukan penagihan dan pengelolaan sumbangan dalam jemaat.
Teologi Sosial pada Abad 17-19
Dalam perkembangannya, teologi sosial semakin banyak mengalami perubahan-perubahan yang membuat ilmu ini semakin dikenal oleh banyak orang. Berikut ini beberapa tokoh yang ikut serta dalam mengembangkan teologi sosial.
Philip Jacob Spener (1635-1705)
Ia adalah seorang pendeta berkebangsaan Jerman yang memunculkan pandangan tentang Pia Desideria (kerinduan akan kesalehan) dengan memberi penekanan bahwa bukan hanya pendeta-pendeta yang boleh mengadakan kelompok-kelompok persekutuan Alkitab dan perlu mempraktekkan kesalehan dengan berpuasa, berdoa dan melayani, tetapi kaum awam pun perlu diperhatikan dan diajak untuk melakukan hal tersebut. Berangkat dari pemahaman tersebut maka kami hendak mengatakan bahwa Spener menginginkan agar iman jemaat harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Agus Hermann Francke (1663-1727)
Frencke adalah seorang teolog dan juga profokator penggerak pietisme yang menekankan iman yang hidup dan praktek yang saleh dalam kehidupan sehari-hari. Dia memberikan penekanan bahwa anak-anak yatim-piatu dan yang miskin juga perlu dipersiapkan untuk menjadi pelayan-pelayan dalam pekerjaan Allah.
John Fedrich Oberlin
Oberlin adalah seorang teolog dari Starbourg-Prancis yang memberi penekanan pada perwujudan suatu persekutuan diakonal yang didalamnya pemberitaan Injil dan kegiatan sosial dapat berjalan bersama.
Jhon Wesley
Adalah seorang teolog yang memberi penekanan pada peraturan untuk hidup kudus dan memberi perhatian jasmania kepada orang-orang yang miskin.
Johann Hindrich Wichern
Adalah seorang teolog dan pendeta dari Jerman yang mendirikan suatu pusat penampungan untuk anak-anak terlantar. Bagi Johann kesejahteraan rohani dan kesejahteraan social adalah sebuah pemberitaan Injil dalam arti luas.
Teologi Sosial dan Ajaran Gereja Masa Sekarang
Menurut kami, teologi sosial dan ajaran gereja adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan dari kehidupan bergereja. Hal ini dikarenakan dua hal ini saling melengkapi dalam hal melakukan pelayanan kepada warga jemaat dan sebuah teologi hanya akan relevan dan kontekstual jika dibangun berdasarkan sebuah realitas sosial. Jika kita perhatikan secara mendalam, teologi sosial menurut kami hampir sama dengan teologi pembebasan yang memberi penekanan pada pentingnya keluar dari masalah kemiskinan, penindasan dan ketidakadilan.
Ajaran gereja pada saat sekarang ini jika kita memperhatikan sudah kemudian memperhatikan pelayanan-pelayanan diakonia (sosial). Perlu diperhatikan bahwa ajaran sosial gereja bukanlah sebatas pada ideologi semata, namun harus mengarah kepada hal-hal yang bersifat perbaikan moralitas (teologi moral). Kekuatan ajaran gereja saat itu bukan terletak pada siapa yang membuat dan wewenang yang ada padanya, namun terletak pada bagaimana kita ikut mengalami, mengamati dan menganalisis secara benar tentang kenyataan sosial masyarakat dan bagaimana cara untuk membantu masyarakat untuk mencari solusi yang tepat terhadap persoalan sosial tersebut sehingga dihasilkanlah masyarakat yang manusiawi.
Dua dari bukti dari ajaran gereja yang menaruh perhatian pada masalah sosial, adalah pertama, pernyataan Paus Yohannes XXIII yang mengatakan perlunya bantuan kemiskinan dari Negara kaya kepada Negara yang masih berkembang. Menurutnya, jika masalah kemiskinan dan ketidakadilan tidak segera diatasi, maka mustahil dunia ini akan hidup damai. Di sini kita bisa melihat bahwa gereja sangat member perhatian yang sangat besar terhadap masalah sosial. Kedua, bisa kita lihat dalam Tata Gereja Toraja pasal 23 tentang tugas diakonia gereja yaitu memelihara, menolong dan menyejahterakan anggota jemaat dan sesame manusia yang lemah dan berkekurangan serta berusaha membendung dan mencegah sebab-sebab kesengsaraan dan kemelaratan manusia. Melalui dua hal tersebut maka dapat kami katakan bahwa gereja sudah dan akan terus memberikan perhatian yang besar terhadap masalah-masalah sosial di gereja.
Teologi Sosial dan Teologi Kontekstual di Indonesia
Salah satu upaya dalam membangun teologi di Indonesia adalah dengan melakukan kontekstualisasi atau bagaimana merefleksikan secara ideal injil Yesus Kristus ke dalam hidup kesehariannya. Hal ini perlu dilakukan secara serius agar supaya pemahaman yang diterima tentang ajaran Yesus Kristus dapat di adaptasikan atau dibawa ke dalam kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sendiri, praktek teologi kontekstual telah mendapat tempat yang besar dalam kehidupan bergereja. Hal tersebut bisa kita lihat dalam upaya kontekstualisasi dalam berbagai bidang, misalnya seni musik, seni tari, media elektronik dan sebagainya. Beberapa contoh yang konkret tentang kontekstualisasi di Indonesia dalam hal media elektronik adalah dengan memberitakan injil dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial melalui media-media elektronik yang ada. Kemudian berteologi dalam realitas kemiskinan yang mendominasi masyarakat kita dengan memberdayakan mereka untuk kehidupan yang lebih baik; menghargai masing-masing orang dengan haknya masing-masing, jika sudah cukup jangan lagi mengingini punya orang lain yang sebenarnya tidak mencukupi hidupnya. Dan upaya kontekstualisasi yang terus dilakukan di Indonesia khususnya Toraja untuk bisa mendaratkan injil ke dalam kehidupan masyarakat Toraja, misalnya dengan merefleksikan injil ke dalam budaya Toraja sehingga injil dan budaya dapat berjalan berdampingan.
DAFTAR PUSTAKA
Banawiratma, J.B. dan J. Muller. Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai tantangan hidup beriman. Yogyakarta: Kanisius. 1995.
Berkhof , H. & Enklaar. Sejarah Gereja. Jakarta: BPK GM. 2005.
E. Culver, Jonathan. Sejarah Gereja Umum. Jakarta: BPK GM. 2013.
Noordegraaf, A. Orientasi Diakonia Gereja. Jakarta: BPK GM. 2004.
Tomatala, Y. Teologi Kontekstualisasi: Suatu Pengantar. Malang: Gandum Mas.