SEJARAH GEREJA UMUM
“MAKALAH REFORMASI GEREJA ABAD XVI DAN PENGARUHNYA
BAGI GEREJA MASA KINI”

DIKERJAKAN OLEH :
PAUL CAKRA
2020154066
KELAS A TEOLOGI KRISTEN
SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI (STAKN) TORAJA
T.A 2017
A. Latar
Belakang penyebab Reformasi Gereja
Secara etimologi, kata Reformasi berasal dari dua
suku kata, yaitu Re (kembali) dan Formation (bentuk atau susunan) sehingga
dapat dikatakan bahwa Reformasi adalah menyusun atau membentuk kembali. Reformasi
adalah pembaruan teradap gereja untuk menuju kearah yang lebih baik. Reformasi
Gereja juga merupakan sebuah upaya perbaikan tatanan kehidupan yang didominasi
oleh otokrasi gereja yang menyimpang yang muncul dalam gereja Katolik Roma pada
abad XVI untuk menata kembali pola gereja yang dianggap menyimpang. Reformasi
gereja adalah sebuah upaya perbaikan dan kembali pada ajaran gereja yang lurus,
gerakan reformasi berupa sikap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan yang
dilakukan oleh pihak Gereja Katolik pada waktu itu terutama adanya penjualan
surat pengampunan siksa.
Reformasi disebabkan karena dua hal yang penting.
Pertama secara eksternal dan negatif yaitu ketidakpuasan dan pemberontakan
kepada institusi gereja dan para imam di dalamnya, karena terjadi krisis kepausan
pada akhir abad pertengahan. Kedua, secara internal dan positif yaitu reformasi
yang menekankan untuk kembali kepada otoritas alkitab yang menjadi substansi
dari kekristenan. Namun bukan hanya itu saja, krisis rohani yang dialami oleh
anggota gerejapun menjadi salah satu penyebab munculnya reformasi karena
dianggap gereja Katolik Roma gagal dalam meningkatkan kehidupan rohani warga
gerejanya. Hal itu disebabkan karena gereja dan para pemimpinnya terjebak dalam
diskusi-diskusi skolastis yang rumit serta mereka hanya fokus mengurus
organisasi yang birokratif. Penyebab lain yang menjadi pemicu lahirnya
reformasi ini ialah penemuan perbedaan yang sangat mencolok oleh Luther
terhadap teologia dan praktek kehidupan gereja dengan ajaran Alkitab. Serta
banyaknya perilaku amoral yang terjadi dikalangan pemuka gereja. Dan hal yang
paling utama yang memicu adalah adanya praktek penjualan surat penjualan surat
penghapusan siksa (indulgensia) oleh John Tetzel.
B. Reformasi
Gereja oleh Marthen Luther, Ulrich Zwingly, dan Yohanes Calvin
1. Reformasi
Gereja oleh Marthen Luther (1483-1546)
Marhen
Luther adalah seorang yang lahir di Eisleben, Jerman pada tanggal 10 November
1483. Pada tahun 1505 Luther meraih gelar Master dalam bidang studi hukum di
Universitas Urfurt. Namun beberapa waktu kemudian, Luther menghentikan
pendidikannya dan masuk di biara di Erfurt dan kemudian belajar teologi dan
pada tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi imam. Reformasi gereja oleh Luther
dimulai ketika ia bertobat pada tahun 1512 dikamarnya yang mana pada sata itu
Luther sedang membaca dan mempelajari surat-surat Paulus khususnya Roma 1:17
ketika selesai membaca ayat tersebut, ia berhenti dan mendapat sukacita yang
luar biasa yang tidak pernah ia dapatkan pada saat menjalani kehidupan yang
keras di biara. Sukacita tersebut berlandaskan pada pemahamannya ketika selesai
membaca ayat tersebut, Luther kemudian membangun argument teologisnya yang
mengatakan “pembenaran hanya oleh Iman (justification by faith alone)”. Dia
memahami bahwa manusia dibenarkan dan diselamatkan hanya oleh iman (Sola Fide) dan
bukan oleh perbuatan, keselamatan yang manusia terima ialah oleh anugerah Tuhan
(sola Gratia) olehnya itu kita patut taat kepada Tuhan melalui alkitab (sola
scriptura) dan hal itu jika kita perhatikan, sangat bertentangan dengan ajaran
Katolik yang masih memegang bahwa dengan melaksanakan sakramen maka kita akan
selamat serta keselamatan bisa diperoleh ketika membeli surat penghapus siksa
oleh John Tetzel.[1]
Luther melihat semua itu adalah kesia-siaan dan kebohongan publik yang telah
diterima oleh masyarakat pada saat itu dan atas dasar itulah, Marthen Luther
melakukan reformasi. Luther hanya menerima dua sakramen saja yaitu perjamuan
kudus dan baptisan karena dianggap, hanya dua sakramen inilah yang memiliki
dasar Alkitabiah.
Reformasi
Luther dimulai pada tanggal 31 Oktober 1517 di Wittenberg dengan jalan
menempelkan di depan pintu gereja katolik Roma di Wittenberg dengan tujuan
untuk memperkenalkan kepada umum 95
dalil atau pernyataan penolakan terhadap surat penghapus dosa oleh John Tetzel.
Dalam dalil-dalilnya itu Luther menentang perkataan Tetzel bahkan ia menegaskan
pula, bahwa penyesalan bukan hanya diselesaikan dengan memenuhi syarat yang
diucapkan imam namun bersifat seumur hidup. Ia juga menegaskan bahwa kehidupan
orang percaya haruslah berupa pertobatan yang sungguh kepada Kristus. Dalam
waktu empat minggu, dalil Luther sudah tersiar ke seluruh Jerman sehingga
Luther dianggap sebagai penyesat dihadapan Paus dan Leo X menuntut Luther untuk
menarik ajarannya. Pada saat itu Luther dibantu oleh Raja Frederich yang
bijaksana sehingga Luther hanya diperiksa di Jerman oleh Kardinal Cajetanus
(1518).
Pada
tahun 1520 Luther menerbitkan tiga tulisan yang merobohokan seluruh sistem Abad
pertengahan. Tulisan yang pertama menyatakan bahwa setiap orang Kristen
bertanggungjawab dalam gereja olehnya itu paus dan kaum rohaniawan tidak boleh
berkuasa atas kaum awam. Yang kedua ialah Luther menjelaskan bahwa sakramen
bukanlah saluran anugerah namun tanda dari yang dinyatakan oleh Firman itu dan
hanya perjamuan dan baptisan kudus yang ada dasar alkitabnya. Dan yang ketiga
menjelaskan bahwa umat Kristen sudah memiliki Kristus sehingga perbuatan amal
tidak dibutuhkan lagi dalam rangka mendatangkan keselamatan. Menurutnya,
perbuatan baik bukan cara untuk memperoleh jalan kebenaran, tetapi buah dari
kebenaran yaitu iman kepada Yesus.[2] Dan
pada tahun 1520 paus mengeluarkan surat resmi (bulla) yang berisi bahwa Luther
harus menarik ajarannya agar tidak dikenakan hukuman gereja. Namun Luther
menolak itu dan membakarnya didepan gereja Wittenberg. Beberapa minggu
kemudian, Luther dan pengikutnya dikucilkan oleh Gereja Roma dan Negara Jerman
namun kaisar menjamin keamanan Luther dan Lutherpun diamankan selama sepuluh
bulan. Satu tahu kemudian, Luther kemudian memperbarui tata kebaktian salah
satu yang diperbarui ialah misa dilayankan menggunakan bahasa Jerman agar mudah
dimengerti, kemudian yang diubah ialah makna ibadah yang mana Luther menekankan
bahwa misa ialah pemberitaan rahmat Tuhan kepada setiap yang mau mendengar sehingga
khotbah dianggap penting[3].
2. Reformasi
Gereja oleh Ulrich Zwingly (1484-1531)
Ulrich
Zwingly lahir di Wildhaus, St. Gallen, Switzerland pada tanggal 1 Januari 1484.
Ia anak ketujuh dari delapan bersaudara dan ayahnya seorang ketua hakim di
negeri itu. Berne, Vienna dan Basel adalah tiga tempat Zwingly belajar teologi
sehingga pada tahun 150 ia mendapat gelar Master of Arts dan setelah itu ia
memasuki pelayanan di gereja dan pada tahun 1519 ia diangkat menjadi imam pada
Grossmunster, gereja katedral besar di Zurich. Dia juga adalah pendeta tentara
di Swiss. Kehidupannya sangat berbeda dengan Luther, ia tidak hidup dalam
lingkungan biara dan dia tidak mengalami apa-apa mengenai pergumulan rohani
yang menakutkan. Sejak tahun 1522, Zwingly mulai menyebarkan. Dia adalah salah
satu pengikut Erasmus dan pada awalnya ia tidak bermaksud untuk melawan Gereja
Roma, dia hanya berharap melakukan perubahan secara bertahap melalui
pendidikan.[4]
Dalam
memulai pemahamannya, ia berkhotbah ekspositori dan mencela praktek-praktek
keagaman oleh Gereja Katolik Roma. Awalnya, pada tahun 1518 dalam khotbahnya,
Zwingli menekankan pertobatan, kemurnian Kristen, perlindungan pemerintah
terhadap janda-janda dan anak-anak yatim, dan pembenaran oleh iman. Zwingly
menentang masalah indulgensi, dia sangat kagum atas keberanian Luther membakar
bulla kepausan, melihat hal itu Zwingly kemudian terdorong untuk melakukan
perubahan juga. Hal yang dilakukan Zwingly ialah menyingkirkan patung-patung di
gereja, mezbah, arak-arakan dan benda keramat dihapuskan, dan juga ia
meniadakan Misa. Sama seperti Luther, ia juga mengkritik masalah ekaristi. Bagi
Zwingly roti dan anggur dalam ekaristi hanyalah sebagai lambang tubuh dan darah
Kristus dan perjamuan Tuhan hanyalah suatu peringatan. Dalam aksinya, Zwingli
menyiapkan 67 dalil yang dengan keras menyerang ajaran-ajaran dan praktek
Gereja Katolik. Dengan mendasarkan pembelaannya atas otoritas Alkitab, dia
menuntut hak mengkhotbahkan Kristus sebagai satu-satunya pengantara. Dia
menekankan Perjamuan Kudus adalah suatu peringatan, bukan suatu pengorbanan.
Dia menilai misa sebagai suatu bentuk penyembahan berhala. Zwingli menolak
hampir semua posisi Katolik yang berdasar tradisi, bukan berdasar Alkitab.
Zwingli juga menentang penggunaan musik instrumental, dan bersamaan juga
menghentikan mendaras (chanting) dan menyanyi. Secara umum sumbangan Zwingli
bagi Reformasi adalah menghapuskan misa, mengembalikan perayaan Perjamuan Kudus
menghapus hari raya orang kudus, mengutamakan khotbah, dan menekankan otoritas
Alkitab. Dia yakin manusia menjadi agen moral yang bebas dan dapat bertindak
atas kehendak Allah. Pemikiran Zwingli mempengaruhi pemikiran teologi di
Jerman, Belanda dan di Inggeris, khususnya dalam gereja-gereja Reform.[5]
3. Reformasi
Gereja oleh Yohanes Calvin (1509-1564)
Calvin
dilahirkan di Noyon, Picardie, Prancis Utara pada 10 Juli 1509 dengan sebutan
Jean Chauvin (Calvinus). Pada umur sebelas tahun, ia dipersiapkan untuk menjadi
imam. Hal itu terjadi karena bagi mereka adalah wajib mengangkat seorang anak
laki-laki untuk menduduki suatu jabatan gereja dan bertugas mengumpulkan gaji
dan membayarnya kepada imam dewasa. Pemikiran Calvin yang kemudian menjadi
basis teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir
(predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan.
Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan oleh pastor sekalipun. Doktrin Calvin
ini memiliki kesamaan dengan konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa
semua manusia berdosa akibat kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme
dibenarkan adanya ”dosa warisan”.[6]
Calvin juga adalah sosok yang anti terhadap sakramen. Ia mengatakan bahwa
setiap manusia jika ingin selamat, harus datang kepada Tuhan bukan melalui
perantara lagi dalam hal ini sakramen. Ia adalah seorang yang menjaga kehidupan
anggota-anggota jemaat karena ia sependapat dengan Luther yang menekankan hal
pembenaran oleh iman, namun Calvin lebih menegaskan penyucian karena Allah
telah menyelamatkan kita. Serta ia dalam penegasan itu, ia mengatakan bahwa
setiap orang yang mau mendengar Firman Allah, haruslah suci. Bagi Calvin,
sakramen perjamuan kudus adalah tanda yang diberikan Kristus untuk menunjuk
pada penyelamatan manusia. Baginya, Kristus sungguh-sungguh hadir, bukan dengan
tubuh-Nya tetapi dalam Roh Kudus.[7] Gereja-gereja
yang mengikuti ajaran tata gereja yang digariskan Calvin tersebar dikenal
dengan gereja Calvinisme. Sebagai pelopor Reformasi Gereja, ia menyebarkan
gagasan-gagasannya tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak
bagian Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen
di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh
di Perancis, Hongaria khususnya di Transilvania dan Polandia.
C. Pengaruh
Reformasi bagi Gereja Masa Kini
Dalam Reformasi Gereja, kita tidak akan dipisahkan
dari sosok Luther dan Calvin. Jika kita melihat gereja-gereja pada masa
sekarang, boleh dikata bahwa gereja sekarang boleh ada karena sepak terjang
para reformator. Luther yang membongkar penyelewengan-penyelewengan doktrin,
maka Calvin yang membangun pokok-pokok doktrin yang benar. Apa yang Luther dan
Calvin kerjakan bukanlah suatu perkara yang mudah, oleh karena yang mereka
hadapi adalah otoritas Roma dengan sistem ajaran yang sudah berakar selama
ribuan tahun yang lalu. Tentunya perlu suatu keberanian dan keteguhan hati
untuk menghadapinya. Namun, di dalam anugerah dan kedaulatan-Nya, Allah yang
telah memanggil mereka adalah Allah yang menyertai mereka dan memberikan
kekuatan untuk mengerjakannya. Luther dan Calvin merupakan salah satu pemberian
terbesar Allah bagi gereja dan Kekristenan. Dalam relevansinya dengan
gereja-gereja sekarang, maka pengaruh gerakan mereka sangat kental. Pada saat
itu, para reformator menekankan untuk pengajaran gereja harus berpusat pada
Alkitab (back to the bible) dan juga menekankan tentang pembenaran hanya oleh
iman, bukan dengan perbuatan.
Bisa kita lihat pada gereja sekarang ini bahwa semua
gereja (kecuali Katolik), memegang teguh doktrin-doktrin yang telah ditetapkan
oleh reformator. Misalnya dalam Gereja Toraja mengakui dua sakramen saja yaitu
baptisan dan perjamuan, dan hal ini sangat jelas sebagai dampak dari reformasi
gereja pada abad pertengahan. Kemudian dalam gereja protestan sekarang, lebih
menekankan kepada pemberitaan firman melalui khotbah-khotbah, dan hal ini juga
merupakan dampak dari reformasi yang mana reformator menolak juga jika khotbah
disepelekan dalam gereja Roma Katolik saat itu. beberapa hal di atas hanyalah
sebagian kecil dari dampak yang ditimbulkan oleh gerakan reformasi. Hal lain
yang bisa kita lihat adalah penggunaan disiplin gerejawi bagi mereka yang
berbuat tidak benar dalam jemaat. Jika kita lihat lagi dari sudut pandang
aliran, di dunia sekarang, khususnya di Indonesia, ada banyak aliran-aliran
yang berada dalam pengaruh Calvinisme maupun Lutheran. Misalnya Gereja Toraja
yang menyatakan diri sebagai penganut ajaran Calvinisme.
[1] B.K Kuiper. The Church in History. (Gandum Mas :Malang 2010) Hlm 172
[2] Tony Lane. Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani. (BPK Gunung Mulia :
Jakarta) Hlm 130-132
[3] Thomas Van Den End. Harta dalam Bejana. (BPK Gunung Mulia :
Jakarta 2014) Hlm 162-169
[4] B.K Kuiper. The Church in History. (Gandum Mas :Malang 2010) Hlm 197
[5]
http://www.christianchronicler.com/hi…/zwinglian_revolt.html. Diakses pada hari
minggu 7 Mei 2017
[6]
elingeuyizz.blogspot.co.id/2010/10/reformasi-gereja-1483-1546.html?m=1. Diakses
pada hari sabtu 6 Mei 2017.
[7] Christiaan de Jonge. Gereja Mencari Jawab. (BPK Gunung Mulia:
Jakarta, 2013), 31.
perkembangan zaman, kualitas iman dan pelayanan membuat Gereja harus mereformasi diri
BalasHapus