Selasa, 07 November 2017

Paul Cakra : REFORMASI GEREJA ABAD XVI DAN PENGARUHNYA BAGI GEREJA MASA KINI

SEJARAH GEREJA UMUM
“MAKALAH REFORMASI GEREJA ABAD XVI DAN PENGARUHNYA BAGI GEREJA MASA KINI”

STAKN2.JPG

DIKERJAKAN OLEH :
PAUL CAKRA
2020154066

KELAS A TEOLOGI KRISTEN

SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN NEGERI (STAKN) TORAJA

T.A 2017
A.    Latar Belakang penyebab Reformasi Gereja
Secara etimologi, kata Reformasi berasal dari dua suku kata, yaitu Re (kembali) dan Formation (bentuk atau susunan) sehingga dapat dikatakan bahwa Reformasi adalah menyusun atau membentuk kembali. Reformasi adalah pembaruan teradap gereja untuk menuju kearah yang lebih baik. Reformasi Gereja juga merupakan sebuah upaya perbaikan tatanan kehidupan yang didominasi oleh otokrasi gereja yang menyimpang yang muncul dalam gereja Katolik Roma pada abad XVI untuk menata kembali pola gereja yang dianggap menyimpang. Reformasi gereja adalah sebuah upaya perbaikan dan kembali pada ajaran gereja yang lurus, gerakan reformasi berupa sikap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak Gereja Katolik pada waktu itu terutama adanya penjualan surat pengampunan siksa.
Reformasi disebabkan karena dua hal yang penting. Pertama secara eksternal dan negatif yaitu ketidakpuasan dan pemberontakan kepada institusi gereja dan para imam di dalamnya, karena terjadi krisis kepausan pada akhir abad pertengahan. Kedua, secara internal dan positif yaitu reformasi yang menekankan untuk kembali kepada otoritas alkitab yang menjadi substansi dari kekristenan. Namun bukan hanya itu saja, krisis rohani yang dialami oleh anggota gerejapun menjadi salah satu penyebab munculnya reformasi karena dianggap gereja Katolik Roma gagal dalam meningkatkan kehidupan rohani warga gerejanya. Hal itu disebabkan karena gereja dan para pemimpinnya terjebak dalam diskusi-diskusi skolastis yang rumit serta mereka hanya fokus mengurus organisasi yang birokratif. Penyebab lain yang menjadi pemicu lahirnya reformasi ini ialah penemuan perbedaan yang sangat mencolok oleh Luther terhadap teologia dan praktek kehidupan gereja dengan ajaran Alkitab. Serta banyaknya perilaku amoral yang terjadi dikalangan pemuka gereja. Dan hal yang paling utama yang memicu adalah adanya praktek penjualan surat penjualan surat penghapusan siksa (indulgensia) oleh John Tetzel.

B.     Reformasi Gereja oleh Marthen Luther, Ulrich Zwingly, dan Yohanes Calvin
1.      Reformasi Gereja oleh Marthen Luther (1483-1546)
Marhen Luther adalah seorang yang lahir di Eisleben, Jerman pada tanggal 10 November 1483. Pada tahun 1505 Luther meraih gelar Master dalam bidang studi hukum di Universitas Urfurt. Namun beberapa waktu kemudian, Luther menghentikan pendidikannya dan masuk di biara di Erfurt dan kemudian belajar teologi dan pada tahun 1507 ia ditahbiskan menjadi imam. Reformasi gereja oleh Luther dimulai ketika ia bertobat pada tahun 1512 dikamarnya yang mana pada sata itu Luther sedang membaca dan mempelajari surat-surat Paulus khususnya Roma 1:17 ketika selesai membaca ayat tersebut, ia berhenti dan mendapat sukacita yang luar biasa yang tidak pernah ia dapatkan pada saat menjalani kehidupan yang keras di biara. Sukacita tersebut berlandaskan pada pemahamannya ketika selesai membaca ayat tersebut, Luther kemudian membangun argument teologisnya yang mengatakan “pembenaran hanya oleh Iman (justification by faith alone)”. Dia memahami bahwa manusia dibenarkan dan diselamatkan hanya oleh iman (Sola Fide) dan bukan oleh perbuatan, keselamatan yang manusia terima ialah oleh anugerah Tuhan (sola Gratia) olehnya itu kita patut taat kepada Tuhan melalui alkitab (sola scriptura) dan hal itu jika kita perhatikan, sangat bertentangan dengan ajaran Katolik yang masih memegang bahwa dengan melaksanakan sakramen maka kita akan selamat serta keselamatan bisa diperoleh ketika membeli surat penghapus siksa oleh John Tetzel.[1] Luther melihat semua itu adalah kesia-siaan dan kebohongan publik yang telah diterima oleh masyarakat pada saat itu dan atas dasar itulah, Marthen Luther melakukan reformasi. Luther hanya menerima dua sakramen saja yaitu perjamuan kudus dan baptisan karena dianggap, hanya dua sakramen inilah yang memiliki dasar Alkitabiah.
Reformasi Luther dimulai pada tanggal 31 Oktober 1517 di Wittenberg dengan jalan menempelkan di depan pintu gereja katolik Roma di Wittenberg dengan tujuan untuk  memperkenalkan kepada umum 95 dalil atau pernyataan penolakan terhadap surat penghapus dosa oleh John Tetzel. Dalam dalil-dalilnya itu Luther menentang perkataan Tetzel bahkan ia menegaskan pula, bahwa penyesalan bukan hanya diselesaikan dengan memenuhi syarat yang diucapkan imam namun bersifat seumur hidup. Ia juga menegaskan bahwa kehidupan orang percaya haruslah berupa pertobatan yang sungguh kepada Kristus. Dalam waktu empat minggu, dalil Luther sudah tersiar ke seluruh Jerman sehingga Luther dianggap sebagai penyesat dihadapan Paus dan Leo X menuntut Luther untuk menarik ajarannya. Pada saat itu Luther dibantu oleh Raja Frederich yang bijaksana sehingga Luther hanya diperiksa di Jerman oleh Kardinal Cajetanus (1518).
Pada tahun 1520 Luther menerbitkan tiga tulisan yang merobohokan seluruh sistem Abad pertengahan. Tulisan yang pertama menyatakan bahwa setiap orang Kristen bertanggungjawab dalam gereja olehnya itu paus dan kaum rohaniawan tidak boleh berkuasa atas kaum awam. Yang kedua ialah Luther menjelaskan bahwa sakramen bukanlah saluran anugerah namun tanda dari yang dinyatakan oleh Firman itu dan hanya perjamuan dan baptisan kudus yang ada dasar alkitabnya. Dan yang ketiga menjelaskan bahwa umat Kristen sudah memiliki Kristus sehingga perbuatan amal tidak dibutuhkan lagi dalam rangka mendatangkan keselamatan. Menurutnya, perbuatan baik bukan cara untuk memperoleh jalan kebenaran, tetapi buah dari kebenaran yaitu iman kepada Yesus.[2] Dan pada tahun 1520 paus mengeluarkan surat resmi (bulla) yang berisi bahwa Luther harus menarik ajarannya agar tidak dikenakan hukuman gereja. Namun Luther menolak itu dan membakarnya didepan gereja Wittenberg. Beberapa minggu kemudian, Luther dan pengikutnya dikucilkan oleh Gereja Roma dan Negara Jerman namun kaisar menjamin keamanan Luther dan Lutherpun diamankan selama sepuluh bulan. Satu tahu kemudian, Luther kemudian memperbarui tata kebaktian salah satu yang diperbarui ialah misa dilayankan menggunakan bahasa Jerman agar mudah dimengerti, kemudian yang diubah ialah makna ibadah yang mana Luther menekankan bahwa misa ialah pemberitaan rahmat Tuhan kepada setiap yang mau mendengar sehingga khotbah dianggap penting[3].
2.      Reformasi Gereja oleh Ulrich Zwingly (1484-1531)
Ulrich Zwingly lahir di Wildhaus, St. Gallen, Switzerland pada tanggal 1 Januari 1484. Ia anak ketujuh dari delapan bersaudara dan ayahnya seorang ketua hakim di negeri itu. Berne, Vienna dan Basel adalah tiga tempat Zwingly belajar teologi sehingga pada tahun 150 ia mendapat gelar Master of Arts dan setelah itu ia memasuki pelayanan di gereja dan pada tahun 1519 ia diangkat menjadi imam pada Grossmunster, gereja katedral besar di Zurich. Dia juga adalah pendeta tentara di Swiss. Kehidupannya sangat berbeda dengan Luther, ia tidak hidup dalam lingkungan biara dan dia tidak mengalami apa-apa mengenai pergumulan rohani yang menakutkan. Sejak tahun 1522, Zwingly mulai menyebarkan. Dia adalah salah satu pengikut Erasmus dan pada awalnya ia tidak bermaksud untuk melawan Gereja Roma, dia hanya berharap melakukan perubahan secara bertahap melalui pendidikan.[4]
Dalam memulai pemahamannya, ia berkhotbah ekspositori dan mencela praktek-praktek keagaman oleh Gereja Katolik Roma. Awalnya, pada tahun 1518 dalam khotbahnya, Zwingli menekankan pertobatan, kemurnian Kristen, perlindungan pemerintah terhadap janda-janda dan anak-anak yatim, dan pembenaran oleh iman. Zwingly menentang masalah indulgensi, dia sangat kagum atas keberanian Luther membakar bulla kepausan, melihat hal itu Zwingly kemudian terdorong untuk melakukan perubahan juga. Hal yang dilakukan Zwingly ialah menyingkirkan patung-patung di gereja, mezbah, arak-arakan dan benda keramat dihapuskan, dan juga ia meniadakan Misa. Sama seperti Luther, ia juga mengkritik masalah ekaristi. Bagi Zwingly roti dan anggur dalam ekaristi hanyalah sebagai lambang tubuh dan darah Kristus dan perjamuan Tuhan hanyalah suatu peringatan. Dalam aksinya, Zwingli menyiapkan 67 dalil yang dengan keras menyerang ajaran-ajaran dan praktek Gereja Katolik. Dengan mendasarkan pembelaannya atas otoritas Alkitab, dia menuntut hak mengkhotbahkan Kristus sebagai satu-satunya pengantara. Dia menekankan Perjamuan Kudus adalah suatu peringatan, bukan suatu pengorbanan. Dia menilai misa sebagai suatu bentuk penyembahan berhala. Zwingli menolak hampir semua posisi Katolik yang berdasar tradisi, bukan berdasar Alkitab. Zwingli juga menentang penggunaan musik instrumental, dan bersamaan juga menghentikan mendaras (chanting) dan menyanyi. Secara umum sumbangan Zwingli bagi Reformasi adalah menghapuskan misa, mengembalikan perayaan Perjamuan Kudus menghapus hari raya orang kudus, mengutamakan khotbah, dan menekankan otoritas Alkitab. Dia yakin manusia menjadi agen moral yang bebas dan dapat bertindak atas kehendak Allah. Pemikiran Zwingli mempengaruhi pemikiran teologi di Jerman, Belanda dan di Inggeris, khususnya dalam gereja-gereja Reform.[5]

3.      Reformasi Gereja oleh Yohanes Calvin (1509-1564)
Calvin dilahirkan di Noyon, Picardie, Prancis Utara pada 10 Juli 1509 dengan sebutan Jean Chauvin (Calvinus). Pada umur sebelas tahun, ia dipersiapkan untuk menjadi imam. Hal itu terjadi karena bagi mereka adalah wajib mengangkat seorang anak laki-laki untuk menduduki suatu jabatan gereja dan bertugas mengumpulkan gaji dan membayarnya kepada imam dewasa. Pemikiran Calvin yang kemudian menjadi basis teologis terpenting Protestantisme adalah adanya gagasan tentang takdir (predestination). Takdir manusia menurut Calvin telah ditentukan oleh Tuhan. Siapa pun tidak bisa mengubahnya, bahkan oleh pastor sekalipun. Doktrin Calvin ini memiliki kesamaan dengan konsep takdir Agustinus yang memiliki dasar bahwa semua manusia berdosa akibat kejatuhan dan dosa adam. Jadi dalam Calvinisme dibenarkan adanya ”dosa warisan”.[6] Calvin juga adalah sosok yang anti terhadap sakramen. Ia mengatakan bahwa setiap manusia jika ingin selamat, harus datang kepada Tuhan bukan melalui perantara lagi dalam hal ini sakramen. Ia adalah seorang yang menjaga kehidupan anggota-anggota jemaat karena ia sependapat dengan Luther yang menekankan hal pembenaran oleh iman, namun Calvin lebih menegaskan penyucian karena Allah telah menyelamatkan kita. Serta ia dalam penegasan itu, ia mengatakan bahwa setiap orang yang mau mendengar Firman Allah, haruslah suci. Bagi Calvin, sakramen perjamuan kudus adalah tanda yang diberikan Kristus untuk menunjuk pada penyelamatan manusia. Baginya, Kristus sungguh-sungguh hadir, bukan dengan tubuh-Nya tetapi dalam Roh Kudus.[7] Gereja-gereja yang mengikuti ajaran tata gereja yang digariskan Calvin tersebar dikenal dengan gereja Calvinisme. Sebagai pelopor Reformasi Gereja, ia menyebarkan gagasan-gagasannya tentang bagaimana Gereja Reformasi yang benar itu ke banyak bagian Eropa. Calvinisme menjadi sistem teologi dari mayoritas Gereja Kristen di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu dari Jerman dan berpengaruh di Perancis, Hongaria khususnya di Transilvania dan Polandia.



C.     Pengaruh Reformasi bagi Gereja Masa Kini
Dalam Reformasi Gereja, kita tidak akan dipisahkan dari sosok Luther dan Calvin. Jika kita melihat gereja-gereja pada masa sekarang, boleh dikata bahwa gereja sekarang boleh ada karena sepak terjang para reformator. Luther yang membongkar penyelewengan-penyelewengan doktrin, maka Calvin yang membangun pokok-pokok doktrin yang benar. Apa yang Luther dan Calvin kerjakan bukanlah suatu perkara yang mudah, oleh karena yang mereka hadapi adalah otoritas Roma dengan sistem ajaran yang sudah berakar selama ribuan tahun yang lalu. Tentunya perlu suatu keberanian dan keteguhan hati untuk menghadapinya. Namun, di dalam anugerah dan kedaulatan-Nya, Allah yang telah memanggil mereka adalah Allah yang menyertai mereka dan memberikan kekuatan untuk mengerjakannya. Luther dan Calvin merupakan salah satu pemberian terbesar Allah bagi gereja dan Kekristenan. Dalam relevansinya dengan gereja-gereja sekarang, maka pengaruh gerakan mereka sangat kental. Pada saat itu, para reformator menekankan untuk pengajaran gereja harus berpusat pada Alkitab (back to the bible) dan juga menekankan tentang pembenaran hanya oleh iman, bukan dengan perbuatan.
Bisa kita lihat pada gereja sekarang ini bahwa semua gereja (kecuali Katolik), memegang teguh doktrin-doktrin yang telah ditetapkan oleh reformator. Misalnya dalam Gereja Toraja mengakui dua sakramen saja yaitu baptisan dan perjamuan, dan hal ini sangat jelas sebagai dampak dari reformasi gereja pada abad pertengahan. Kemudian dalam gereja protestan sekarang, lebih menekankan kepada pemberitaan firman melalui khotbah-khotbah, dan hal ini juga merupakan dampak dari reformasi yang mana reformator menolak juga jika khotbah disepelekan dalam gereja Roma Katolik saat itu. beberapa hal di atas hanyalah sebagian kecil dari dampak yang ditimbulkan oleh gerakan reformasi. Hal lain yang bisa kita lihat adalah penggunaan disiplin gerejawi bagi mereka yang berbuat tidak benar dalam jemaat. Jika kita lihat lagi dari sudut pandang aliran, di dunia sekarang, khususnya di Indonesia, ada banyak aliran-aliran yang berada dalam pengaruh Calvinisme maupun Lutheran. Misalnya Gereja Toraja yang menyatakan diri sebagai penganut ajaran Calvinisme.  



[1] B.K Kuiper. The Church in History. (Gandum Mas :Malang 2010) Hlm 172
[2] Tony Lane. Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristiani. (BPK Gunung Mulia : Jakarta) Hlm 130-132
[3] Thomas Van Den End. Harta dalam Bejana. (BPK Gunung Mulia : Jakarta 2014) Hlm 162-169
[4] B.K Kuiper. The Church in History. (Gandum Mas :Malang 2010) Hlm 197
[5] http://www.christianchronicler.com/hi…/zwinglian_revolt.html. Diakses pada hari minggu 7 Mei 2017
[6] elingeuyizz.blogspot.co.id/2010/10/reformasi-gereja-1483-1546.html?m=1. Diakses pada hari sabtu 6 Mei 2017.
[7] Christiaan de Jonge. Gereja Mencari Jawab. (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2013), 31. 

1 komentar:

  1. perkembangan zaman, kualitas iman dan pelayanan membuat Gereja harus mereformasi diri

    BalasHapus